MDI19.Com, Jakarta – Ketua Badan pendiri dan Pembina Lembaga Kesejahteraan Masjid (LKM) Masjid Rahmatan Lil Alamain Al Zaytun Indonesia, Syekh Abdul Salam Rasyidi Panji Gumilang menjadi pembicara dalam webinar bertemakan “Pesantren Kreatif Ekonomi Bangkit” yang diselenggarakan Sapapreneurind dan OK-OCE, Selasa (10/08).
Diawal pemaparannya, Syekh Abdul Salam Panji Gumilang atau biasa disapa Syekh Panji menjelaskan, pesantren pada masa kini memiliki perbedaan makna dengan jaman dulu. Jika, dulu kala pesantren terbentuk karena, adanya aktifitas. Maka, pada jaman sekarang ada karena, tersedianya sarana pra sarana.
“Definisi Pesantren adalah seorang kiai yang ikhlas memberikan pengajaran dan pembimbingan dan datanglah para santri dari berbagai daerah dan terus bertambah dan Kemudian didirikanlah oleh para santri itu,” kata Syekh Panji.

Dia mencontohkan, beberapa pesantren ternama di nusantara yang telah berumur puluhan hingga ratusan tahun. Namun, sampai kini masih aktif.
“Ada Lamongan, ada Pondok Gresik, ada Pondok Jombang karena pesertanya dari Lamongan dari Gresik dan Jombang umpamanya. Maka itulah yang dinamakan Pesantren. hari-hari menuntut ilmu kemudian mandiri semua dikerjakan sendiri menghasilkan nafkah sendiri untuk sendiri dan kawan-kawannya itu terjemahan zaman dulu,” jelas Syekh
Menurut Syekh hal itu merupakan suatu pemikiran yang berani keluar dari batasannya. Meski demikian, hal tersebut terdapat kelonggaran yang berdampak positif pada pendidikan dan kemandirian suatu pesantren.
“Dan kita punya satu kelonggaran untuk membangun, baik itu membangun pendidikannya maupun membangun perekonomiannya ditengah-tengah masyarakat Pesantren itu ini perbedaan zaman dulu dan yang sekarang,” sebutnya.
Meski mandiri, Syekh membeberkan, pesantren yang dimaksud tetap memiliki keterikatan dengan yayasan terkait, mengenai legalitas, pendirian dan perlindungan hukumnya.
“kemudian, intinya adalah mandiri dalam berbagai hal. Namun, bukan berarti tidak memiliki keterikatan. keterikatan yayasan yang melegalisir, melindungi yang mendirikan pesantren, ” paparnya
Terkait tema, Syekh menyebutkan, ekonomi kreatif dari suatu pesantren haruslah memiliki keberanian untuk berpikir secara out of the box atau tidak monoton saja.
Salah satunya, pesantren dapat memanfaatkan kekayaan alam dari laut (blue ekonomi) maupun dari darat (green ekonomi) untuk keberlangsungan hidup dan pembiayaan pesantren tersebut.
“Katakanlah sandang pangan papan yang bersumber dari darat, kalau blue economy adalah seluruh kegiatan baik itu apa yang ada didalam laut misalnya perikanan tangkap maupun perikanan yang lain-lainnya yang bersumber dari laut,” paparnya.
Ekonomi kreatif dalam pesantren, menurut dia, dapat dimulai dari lingkup kecil. Seperti, para santri dapat menjual kebutuhan dasar atau pokok kepada yayasan, anggota maupun pengajar didalamnya.
Hal itu, kata Syekh, dapat dilakukan melalui, kerja sama dengan petani setempat. Lalu, hasil keuntunganya dibagi dua.
Lebih dalam, diterangkannya, pesantren dapat melakukan kerja sama berskala besar untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam setahun misalnya.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiga Salahudin Uno menerangkan, pihaknya telah melakukan pelatihan terhadap calon wirausaha termaksud santri agar dapat go digital, go national dan go global.
“Kita ingin para santri-santri ini akan mampu untuk membawa mereka go digital, go national and go global. Saya berharap mereka menjadi pebisnis
pebisnis tangguh,” ungkap Sandiaga Uno.
Lebih lanjut, dia berharap, agar para santri tersebut dapat menjadi pengusaha yang menanamkan nilai keislaman.
“Ayo teman-teman kita jadi santripreneur dan menjadi generasi yang
terbaik generasi yang bukan hanya menguasai landasan iman dan taqwa berakhlakul karimah tapi juga menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,” tandasnya.
Reporter: Arman