M19 News.com-Jakarta 22/08/2022.
Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui tiga Permohonan Penghentian Penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif Justice (RJ) yang diajukan Kepala Kejaksaan Tinggi SulSel Raden Febrytrianto secara virtual Kams 18/08..
Menurut Kasi Penkum Kejati Sulsel, Soetarmi ekspose yang dilakukan secara virtual itu, dihadiri JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi SulSel Raden Febrytrianto, Kepala Kejaksaan Negeri Jeneponto, Kepala Kejaksaan Negeri Sidrap, dan Kepala Kejaksaan Negeri Maros.
“Ketiga berkas perkara yang dihentikan penuntutannya, berdasarkan keadilan RJ tersebut adalah perkara dari Kejaksaan Negeri Jeneponto, Kejaksaan Negeri Sidrap, dan Kejaksaan Negeri Maros,” ujar Kasipenkum via Whatsaap kepada Amri di Jakarta pada Jumat (19/8/2022).
Kasus Posisi
Adapun ketiga Kejaksaan Negeri tersebut, pertama Kejari Jeneponto mengajukan perkara atas nama terdakwa A. Ahriadi Bin Andi Pasangranging umur 32 tahun.
Kasus posisnya kata Soetarmi, berawal ketika Terdakwa melihat pamannya Budi Dg Ngitung Bin Moding Dg Lewa, saat ini masuk daftar Pencarian Orang (DPO). Dia berkata kepada Anak Korban “akibat perbuatanmu sering balapan liar, motornya keponakanku diambil sama polisi” tetapi Anak Korban mengelak tuduhan tersebut sehingga Terdakwa yang melihatnya menjadi emosi karena sepeda motor Terdakwa yang diamankan polisi saat itu dikarenakan ulah dari Anak Korban.
Lantas Terdakwa mendekati Anak Korban yang saat itu berhadapan dengan lel. Budi Dg Ngitung dan ketika jarak Terdakwa dengan Anak Korban dekat maka Terdakwa langsung memukul kepala bagian sebelah kiri Anak Korban menggunakan tangan kanannya sebanyak 5 kali pukulan yang membuat Anak Korban tersungkur ketanah dengan posisi tiarap.
“Akibat perbuatan terdakwa diatur dan diancam Pasal 80 ayat (1) Jo Pasal 76 C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama : 5 (Lima) tahun,” jelasnya.
Kedua Kejari Sidrap mengajukan perkara atas nama Syamsuddin Alias Benda Bin Lataha, umur 52 tahun. Menurur Soetarmi kasusnya terjadi pada Senin, 27 Juni 2022 lalu sekitar pukul 14.00 Wita. Kala itu terjadi kemacetan didepan pasar sentral pangkajene kemudian terdakwa yang merupakan tukang parkir di pasar sentral memberhentikan saksi Laoci yang sedang mengendarai sepeda motor agar kemacetan disekitar pasar sentral pangkajene terurai.
“Lalu saksi Laoci merasa emosi dengan mengatakan “ciaka, magai“ yang artinya “saya tidak mau, kenapa“ kemudian terjadi adu mulut antara terdakwa dan saksi. kemudian terdakwa memukul wajah saksi pada bagian kanan dengan tangan kosong. Akibatnya perbuatan terdakwa diatur dan diancam Pasal 351 ayat (1) KUHP,” jelasnya.
Ketiga, Kejari Maros degan mengajukan Perkara atas nama Muhammad Agus Bin Muahmud, umur 29 tahun. Kasusnya terjadi pada Rabu 4 Mei dan 11 Mei 2022, di PTB Maros. Edi pulang dari tempat kerja sebagai buruh angkut barang di toko bangunan, dan menawarkan kepada tersangka satu unit gurindra seharga Rp.150.000, selanjutnya tersangka bersedia membelinya, dan Edi mengajak tersangka untuk melihat barang tersebut Selanjutnya mereka berdua menuju ke PTB tempat penjual minuman / jus milik EDI, saat itu EDI mengambil gurindra tersebut dan tersangka langsung menyerahkan uang Rp.150.000.
Namun ungkap Soetrmi tersangka membawa pulang barang tersebut dan satu unit HP baru Merk SPC, warna silver beserta Dus HP SPC, dan 2 (dua) unit Hp pajangan/replika. Sejak awal tersangka sudah mencurigai bahwa barang tersebut merupakan barang hasil tindak pidana, akan tetapi dikarnakan kebutuhan tersangka akan gurinda dan Handphone merk SPC lumayan mendesak dan dengan factor harga yang murah, maka tersangka membeli kedua barang tersebut. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam Pasal 480 KUHPidana.
“Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan ketiga kasus itu berdasarkan keadilan restoraf, karema para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum. Lalu ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun, dan telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf,” ungkapnya.
Selain itu kata Soetarmi para tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya dan proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, serta pertimbangan sosiologis, Masyarakat merespon positif. (Amri)