M19news.com – Luar biasa diakhir masa jabatannya sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ngada, karena akan pindah menjadi Kajari Sarolangon di Jambi, akhirnya permohonan Zulfikar Nasution bersama Kasi Pidum Rachmad Wirawan dalam mengajukan empat kasus untuk penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif atau Restoratif Justice (RJ) disetujui pimpinannya di Kejaksaan Agung.
Pasalnya Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana telah menyetujui 31 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif pada Rabu (15/3/2023).
Dalam proses RJ yang dipimpin JAM Pidum melalui Video Conference di Kejari Ngada ini, juga dihadiri dan disaksikan Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur Hutama Wisnu dan Aspidum Muhamad Ihsan.
Zulfikar Nasution menyatakan pihaknya telah melakukan RJ terhadap 4 kasus pidana. Adapun kasus dan tersangkanya adalah Farida Abdul Karim alias Farida ini, ditangani oleh Jaksa Genta Utama Putra. Dia disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan
“Jaksa Tegar Pangestu S.H juga telah melakukan RJ terhadap tersangka Helgardis Meo alias Egan Neto alias Egan. Dia disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan,” ujar Zulfikar via Whatsapp di Jakarta pada Rabu (15/3/2023).
Selain itu lanjut Zulfikar untuk tersangka Krotilda Ica Tay alias Ica yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan dan tersangka Venantius Julu Uwa alias Fenan, disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan ini diajukan oleh Jaksa Roy Tua Hakim selaku Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara.
Alasan RJ
Berdasarkan hal itu, JAM Pidum Fadil Zumhana menyatakan alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan karena telah ada perdamaian.
“Telah dilaksanakan proses perdamaian, dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf. Tersangka juga belum pernah dihukum dan tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana,” ujarnya.
Selain itu, lanjut menurut JAM Pidum kasus ini di RJ karena ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun, dan tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
“Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif,” jelasnya.
Oleh karena itu, JAM Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Amris)